Siaran Pers
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Nomor: 368/sipers/A6/VIII/2023
Permendikbudristek Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan Resmi Diluncurkan Sebagai Merdeka Belajar Episode Ke-25
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
(Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim secara resmi meluncurkan Peraturan
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023
tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan
(Permendikbudristek PPKSP) sebagai Merdeka Belajar Episode ke-25.
Satu Aturan untuk Semua
Permendikbudristek PPKSP disahkan sebagai payung hukum untuk
seluruh warga sekolah atau satuan pendidikan. Peraturan ini lahir untuk secara
tegas menangani dan mencegah terjadinya kekerasan seksual, perundungan, serta
diskriminasi dan intoleransi. Selain itu, untuk membantu satuan pendidikan
dalam menangani kasus-kasus kekerasan yang terjadi mencakup kekerasan dalam
bentuk daring, psikis, dan lainnya dengan berperspektif pada korban.
"Untuk itulah, beberapa tahun terakhir kami
melibatkan berbagai pihak untuk merancang sebuah regulasi yang dapat mencegah
dan menangani kekerasan di satuan pendidikan yang pada hari ini akan kita
luncurkan bersama yaitu Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan,"
ujar Mendikbudristek saat Peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-25 di Plaza
Insan Berprestasi, Kemendikbudristek, Jakarta, Selasa (8/8).
"Permendikbudristek PPKSP melindungi peserta didik,
pendidik, dan tenaga kependidikan dari kekerasan yang terjadi saat kegiatan
pendidikan, baik di dalam maupun di luar satuan pendidikan," imbuh
Mendikbudristek.
Perlindungan Anak dan Klarifikasi Hukum
Menteri Nadiem juga menjelaskan bahwa Permendikbudristek
PPKSP menjadi bagian penting dalam memenuhi amanat Undang-undang dan Peraturan
Pemerintah yang bertujuan untuk melindungi anak. Peraturan ini juga
menggantikan peraturan sebelumnya yaitu Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015
tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan.
Selain itu, Permendikbudristek PPKSP juga menghilangkan area
"abu-abu" dengan memberikan definisi yang jelas untuk membedakan
bentuk kekerasan fisik, psikis, perundungan, kekerasan seksual serta
diskriminasi dan intoleransi untuk mendukung upaya pencegahan dan penanganan
kekerasan. Selain mengatur tindakan kekerasan, Permendikbudristek ini juga
memastikan tidak adanya kebijakan yang berpotensi menimbulkan kekerasan di
satuan pendidikan.
"Peraturan yang baru ini juga tegas menyebutkan
bahwa tidak boleh ada kebijakan yang berpotensi menimbulkan kekerasan, baik
dalam bentuk surat keputusan, surat edaran, nota dinas, imbauan, instruksi,
pedoman, dan lain-lain," tegas Nadiem.
Mekanisme Pencegahan dan Penanganan
Selain hal-hal tersebut, Permendikbudristek PPKSP juga
mengatur mekanisme pencegahan yang dilakukan oleh satuan pendidikan, pemerintah
daerah, dan Kemendikbudristek, serta tata cara penanganan kekerasan yang
berpihak pada korban yang mendukung pemulihan. Satuan pendidikan juga
diamanatkan untuk membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK)
serta pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota untuk membentuk Satuan
Tugas (Satgas).
"TPPK dan Satuan Tugas perlu dibentuk dalam waktu 6
sampai 12 bulan setelah peraturan ini disahkan, agar kekerasan di satuan
pendidikan dapat segera tertangani. Jika ada laporan kekerasan, dua kelompok
kerja ini harus melakukan penanganan kekerasan dan memastikan pemulihan bagi
korban, sedangkan sanksi administratif diberikan kepada pelaku peserta didik
dengan mempertimbangkan sanksi yang edukatif dan tetap memperhatikan hak
pendidikan peserta didik," tandas Mendikbudristek.
Angka Kekerasan Memprihatinkan
Berdasarkan data hasil survei Asesmen Nasional tahun 2022,
sebanyak 34,51 persen peserta didik (1 dari 3) berpotensi mengalami kekerasan
seksual, lalu 26,9 persen peserta didik (1 dari 4) berpotensi mengalami hukuman
fisik, dan 36,31 persen (1 dari 3) berpotensi mengalami perundungan.
Temuan itu juga dikuatkan oleh hasil Survei Nasional
Pengalaman Hidup Anak dan Remaja, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (SNPHAR, KPPPA) tahun 2021 yakni 20 persen anak laki-laki dan
25,4 persen anak perempuan usia 13 sampai dengan 17 tahun mengaku pernah
mengalami satu jenis kekerasan atau lebih dalam 12 bulan terakhir.
Data aduan yang diterima Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) pada perlindungan khusus anak tahun 2022 juga menyebutkan kategori
tertinggi anak korban kejahatan seksual, yakni anak korban kekerasan fisik
dan/atau psikis, serta anak korban pornografi dan kejahatan siber sebanyak
2.133.
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Sekretariat
Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult. kemdikbud.go.id
Dapatkan informasi lengkap tentang Merdeka Belajar melalui: Merdeka Belajar
#MerdekaBelajar #MerdekaBeragamSetara
Post a Comment